Team Transforming: Refleksi Pengembangan Interpersonal Softskills

Gambar Produk 1
Buku Baru
Rp 85.000 Rp 75.000
Judul: Team Transforming: Refleksi Pengembangan Interpersonal Softskills
Penulis: Dr. Muqowim, M.Ag.
Tebal : 149 Hlm
Ukuran Buku : 14 x 21,8 Cm
Penerbit: CV Belibis Pustaka Group
ISBN : Proses
Buku Team Transforming ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul Self-Transforming, di mana kedua buku tersebut adalah hasil dari Short Course selama tuga puluh hari. Kedua buku tersebut saling berkaitan. Buku ini terkait dengan pentingnya mengubah relasi antar orang dalam konteks tim mulai dari lingkup paling kecil sampai besar, sedangkan buku Self-Transforming terkait dengan proses mengubah diri menjadi pribadi yang lebih positif, bermakna dan otentik. Hal ini relevan dengan salah satu pilar pendidikan UNESCO yaitu learning to transform oneself and society. Tema kedua jenis buku tersebut juga sejalan dengan pandangan Sir Muhammad Iqbal melalui karya Rumuz-i-Bekhudi (The Secret of Selflessness) dan Asrar-i-Khudi (The Secrets of the Self). Yang pertama berkaitan dengan masyarakat ideal atau relasi antar individu, sedangkan yang kedua terkait dengan konsep diri yang ideal.

Tema buku ini juga relevan dengan Management Tips yang ditawarkan oleh tim Harvard Business Review (HBR) terutama klaster kedua karya tersebut yaitu Managing Your Team. Klaster kedua ini perlu dikembangkan setelah klaster pertama dikembangkan yaitu Managing Yourself. Isi buku ini pada hakikatnya sangat compatible dengan paradigma pendidikan abad ke-21 yaitu collaborative dan communication. Menurut paradigma ini, pembelajaran millennium kedua ini seharusnya lebih menekankan dimensi positive relationship, menang bersama dan saling mendukung (support) satu sama lain, bukan berkompetisi dan berkontestasi yang saling menjatuhkan dan meniadakan. Siapa pun yang menguasai softskill ini akan menjadi pemenang dan positive trendsetter.

Dalam konteks ini, terma tim (team) antara lain dapat dimaknai dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Setidaknya definisi ini tampak dari Cambridge Advanced Learner's Dictionary & Thesaurus yang dikeluarkan oleh Cambridge University Press. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dibuat oleh American Dictionary, bahwa pengertian tim adalah sejumlah orang [lebih dari satu] yang bertindak secara bersama sebagai sebuah kelompok atau grup untuk meraih sesuatu yang telah ditetapkan bersama seperti dalam konteks olahraga atau kelompok sosial tertentu. Dalam konteks bisnis tim dimaknai dengan sekelompok orang yang bekerja secara bersama-sama tentang kegiatan atau proyek tertentu (Business English). Dengan mencermati beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya tim dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati, bukan meraih keberhasilan secara personal atau pribadi.
Jika merujuk pada gagasan Daniel Goleman dalam Emotional Intelligence tema buku ini sesuai dengan poin keempat dan kelima yaitu empati (empathy) dan keterampilan sosial (social skill). Empati artinya kemampuan memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat dari sudut pandang orang tersebut, dan membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang lain tersebut. Hal ini diperlukan dalam konteks realitas sosial di mana banyak “ego” saling bertemu dan berinteraksi. Seringkali ego yang kita miliki dijadikan sebagai tolok ukur dalam memahami orang lain. Dalam hal ini kita lebih menekankan pada “judging, evaluating dan analyzing”, yaitu melihat orang lain dengan sudut pandang atau kaca mata yang kita miliki. Seharusnya, ketika berhadapan dengan entitas lain yang berbeda kita lebih menekankan pada understanding dan describing menurut subyek yang dinarasikan, bukan menilai dengan ukuran pengetahuan dan pengalaman kita yang cenderung sepihak.
Sikap empati menjadi fondasi kita untuk mengadakan social skill, yaitu keterampilan membangun relasi dan interaksi yang positif dengan orang lain di mana pun kita berada. Untuk mewujudkan keterampilan sosial tersebut kita harus mampu memahami diri secara utuh sebagai makhluk ciptaan Allah yang multidimensional. Kemampuan melakukan self-mapping ini sangat penting dan diperlukan dalam konteks team transforming sebab pada dasarnya apa yang kita alami dan miliki juga dialami dan dimiliki oleh orang lain. Jika kita ingin dihargai, maka orang lain pun ingin dihargai. Jika kita ingin disayangi, maka orang lain pun mempunyai keinginan dicintai juga. Jika kita ingin dicintai dan dipahami, maka orang lain pun menginginkan hal yang sama yaitu disayangi dan dipahami. Jika kita tidak suka dibanding-bandingkan, maka orang lain pun juga demikian. Jika kita ingin dihargai dan merasa nyaman, maka orang lain pun menginginkan hal yang sama. Jika kita menginginkan dihargai, maka orang lain pun sama.

Berdasarkan uraian singkat di atas, dalam kehidupan kita perlu menyeimbangkan dua entitas berbeda yaitu intrapersonal dan interpersonal. Yang pertama terkait dengan kemampuan mengembangkan potensi diri untuk mendapatkan kinerja secara optimal. Sementara itu, yang kedua berhubungan dengan kemampuan membangun relasi yang positif dengan orang lain untuk mendapatkan kinerja secara maksimal. Kedua jenis softskill ini sangat kita butuhkan dalam menghadapi persoalan dan tantangan kehidupan yang selalu baru dan berubah, sebab tidak ada yang abadi dalam hidup ini kecuali perubahan itu sendiri. Bahkan kedua jenis softskill tersebut mempengaruhi 80% keberhasilan tiap orang dalam kehidupan, sedangkan hardskill hanya mempengaruhi pencapaian mimpi kita maksimal 20%.

Akhirnya, istilah transforming (mengubah) dalam konteks team (tim) diperlukan sebab dalam realitas banyak kita jumpai tim yang hanya berisi kumpulan lebih dari satu orang, mereka cenderung bersatu hanya secara fisik, formal dan administratif tetapi belum menyatu dari aspek pikiran dan hati, belum ada chemistry. Idealnya setiap orang yang berada dalam tim bekerja secara sinergis secara lahir dan batin sehingga lebih cepat meraih tujuan yang dicita-citakan Bersama, sebab sebagaimana kita ketahui ada dua tahapan dalam proses perubahan yaitu mental creation dan physical creation. Yang perama terkait dengan mimpi, cita-cita, harapan, dan rencana, sedangkan yang kedua terkait dengan langkah dan implementasi untuk meraih tujuan yang ditetapkan.

Kedua tahapan tersebut lebih mudah diwujudkan jika tidak melibatkan orang lain sebab kita sendiri yang membuat goalsetting sekaligus mengeksekusi rencana tersebut tanpa harus menyatukan persepsi dengan pihak lain. Yang mencadi persoalan adalah ketika tahapan perubahan yang kita lakukan melibatkan pihak [orang] lain, maka menyatukan persepsi antar semua orang yang telibat dalam tim menjadi hal penting dan krusial. Sebagai sebuah ilustrasi, kadang kita mempunyai harapan sederhana yaitu makan bersama dengan teman SMA. Untuk mewujudkan rencana simple ini kadang diperlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, sebab ketika kita ada waktu, teman kita tidak ada waktu. Sebaliknya, ketika teman kita ada waktu kosong, kita yang baru sibuk melakukan tugas atau bekerja. Contoh lainnya adalah, konon, proyek pembangunan jembatan Golden Gate di San Fransisco perlu waktu lebih dari 24 tahun sejak ide pembangunan diluncurkan. Pembangunan fisik “hanya” perlu waktu empat tahun, yang lama adalah menyatukan persepsi semua pihak bahwa jembatan ini penting dibangun. Untuk tujuan penyamaan persepsi terkait jembatan ini ternyata memakan waktu 20 tahun.
Gambaran di atas mengingatkan kita tentang betapa dinamisnya dalam membangun sebuah relasi yang melibatkan “banyak ego”. Meskipun demikian, relasi antar personal ini relatif lebih bisa dilakukan jika kita memahami prinsip-prinsip dasar. Buku ini menawarkan 30 prinsip sebagai hasil refleksi penulis. Ketiga puluh poin yang perlu kita renungkan dalam membangun interpersonal softskill tersebut adalah “aku, kamu dan kita”, “interpersonal literacy”, “connecting the dots”, “butterfly effect”, “mental creation, physical creation”, “judging or understanding?”, “contending identities”, “keterbatasan kebebasan”, “komunikasi dan kolaborasi”, “tesis, antithesis dan sintesis”, “managing and celebrating diversity”, “dahulukan menghargai!”, “bersikap empati”, “enabling and empowering”, “the power of synergy”, “the power of love”, “core values-based branding”, “reconciling tensions and dilemmas”, “adaptability dan flexibility”, “friendliness dan hospitality”, “ hand in hand dan assistance”, “semipermeable dan intersubjective”, “toleran dan inklusif”, “compassionate”, “interconnected dan integrated”, “active listening”, “bersikap moderat”, “the power of wisdom”, “the enlightening team”, dan “sustainable team”.

Seluruh poin yang ditawarkan dalam buku tidak harus dibaca secara urut. Kita bisa memilih topik yang kita inginkan sesuai dengan kebutuhan dan konteks masing-masing. Jika kita tertarik dengan fenomena banyaknya orang yang senang menghakimi pihak lain, boleh jadi poin “judging or understanding?” penting dibaca. Jika kita lagi mood membaca tentang pentingnya bersikap ramah terhadap orang lain, maka mungkin poin “friendliness dan hospitality” layak dibaca terlebih dahulu. Karena itu, hakikatnya kita bisa mulai membaca buku reflektif ini dari bagian mana saja yang kita mau selama hal tersebut “kita anggap penting didahulukan”. Kita bisa membaca secara urut dari awal sampai akhir. Kita bisa juga memulai membaca dari tengah, bahkan, kita bisa membaca dari belakang.

ORDER VIA CHAT

Produk : Team Transforming: Refleksi Pengembangan Interpersonal Softskills

Harga :

https://www.belibispustaka.com/2022/11/team-transforming-refleksi-pengembangan.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi